Banyak yang bertanya, apa keuntungan mempublikasi banyak-banyak jurnal internasional bereputasi terindeks ISI Thomson Reuters atau Scopus selain untuk kenaikan pangkat akademisi dan untuk mudah tembus dana hibah riset. Bahkan si penulis sendiri sampai-sampai manghabiskan waktu lebih dari 2 tahun agar publikasi mereka tembus di jurnal-jurnal internasional ini. Namun, sayangnya si penulis jurnal ini bahkan tidak mendapatkan share profit dari si penerbit yang mendapatkan royalti besar dari hasil penjualan jurnal ke kampus-kampus dunia yang berlangganan.
Pertama, jika di Indonesia, keuntungannya adalah sebagai syarat kenaikan jabatan akademisi. DIKTI akan memeriksa apakah mereka sudah memiliki publikasi yang terindeks di laman Thomson ISI Knowledge atau di Scopus SJR Journal Ranking. Juga digunakan sebagai syarat kenaikan jabatan ke Guru Besar (Professor) atau kenaikan jabatan ke Lektor Kepala (Associate Professor). Bahkan, baru-baru ini keluar ancaman dan peraturan baru dari Kemenristekdikti (Peraturan Menteri No. 20, Tahun 2017) dimana dalam kurun tiga tahun (2015-2017), seorang guru besar harus menghasilkan tiga karya ilmiah di jurnal internasional atau minimal satu diantaranya bereputasi. Jika tidak, maka ancamannya adalah tunjangan guru besar akan dihentikan.
Kedua, keuntungannya jika di Indonesia, akan memudahkan seorang peneliti/ dosen menembus dana hibah penelitian karena dianggap sudah memiliki track record baik di dunia riset dan publikasi bereputasi internasional. Ketiga, akan membantu menaikkan rangking Indonesia dimana posisi risetnya masih sangat jauh tertinggal, terutama dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapore dan Thailand. Selain itu, kualitas publikasi riset bereputasi juga sangat tinggi karena sudah melalui proses review yang sangat ketat dan lama. Jika, riset kita dipublikasi disini, maka peneliti dan ilmuwan-ilmuwa dunia akan membaca (knowledge sharing) dan mengutip tulisan tersebut untuk riset mereka.
Secara finansial memang di Indonesia keuntungannya kurang terasa, tpi kalu di luar negeri 1 publikasi dgn mencantumkan sebuah institusi, maka institusi tersebut akan akan membayar si pemilik jurnal antara USD 3000-5000 tergantung grade jurnal, kampus dan negara. Si pemilik jurnal dianggap telah berjasa karena publikasi mereka dijadikan sebagai indikator penilaian World Class University. Di Malaysia sendiri sangat banyak peneliti-peneliti Indonesia yang kurang berutung di Indonesia akhirnya menjadi mesin publikasi buat kampus-kampus disana karena memang dana dan penghargaannya besar. Jadi, salah satu yang berkontribusi dalam memajukan kampus Malaysia menuju rangking teratas dunia adalah orang-orang Indonesia sendiri. Sampai saat ini ribuan dosen-dosen Indonesia masih mengajar di berbagai kampus Malaysia.
Indonesia pernah menerapkan penghargaan publikasi bereputasi melalui LPDP, jumlahnya mencapai Rp. 50 juta – 100 juta, tergantung kriteria yang dipilih. Tapi sayang, sekarang sudah berhenti. Namun, jika tidak salah saya, masih ada program penghargaan melalui DIKTI, yaitu Simlitabmas, program Insentif Artikel (http://simlitabmas.ristekdikti.go.id/insentif_artikel/).
Jika di luar negeri keuntungannya sangat besar, bagi yang tidak memiliki jurnal internasional bereputasi, akan sangat sulit untuk bisa menjadi dosen baik sebagai jabatan terendah assistant Professor, Senior lecturer, Associate Professor sampai Professor. Bagi yang fresh graduate, keuntungannya sangat besar bagi yang ingin berkarir sebagai akademisi atau peneliti, misalnya untuk aplikasi Postdoc & assistant Prof di berbagai kampus dunia. Jika ingin berkarir di kampus-kampus luar negeri, memang memiliki banyak publikasi internasional bereputasi akan membuat kita juga bereputasi, diakui dan mudah diterima. Ketika mereka yang fresh graduate PhD misalnya, dengan segudang publikasi bereputasi kembali ke Indonesia namun tidak diperhatikan di secure. Maka, kampus-kampus di berbagai negara, terutama Malaysia akan sangat cepat menyambut mereka.